Waiting for
Happiness
Cast: Han Hyo Joo
Jung
Il Woo
Go
Hye Sun
Moon Chae Won
Genre
: Romance
Author : Sung Young
Annyeong :) Kali ini saya memposting ff dengan tokoh Han Hyo Joo dan Jung Il Woo. Berdasarkan pengalaman pribadi, susah banget buat nyari ff dengan tokoh pemain drama korea. Kebanyakan sih ff dengan tokoh penyanyi. ff ini murni hasil pemikiran saya.. Selamat membaca~
Desiran lembut mengalir dalam darahku
Bagaikan sengatan-sengatan listrik yang menggelitik
tubuhku
Mengapa seperti itu? Aku tak tahu menahu
Aku tak mengerti apapun tentang itu, aku tidak tahu
Hingga tersadarlah diriku
Aku mencintaimu, tak peduli apapun yang kau lakukan
tuk sakiti aku
Aku hanyalah seorang yang bodoh
Yang tak bisa melihat dengan benar
Yang selalu mengelak pada kebenaran
Hingga aku menyadari
Aku sakit ketika kau pergi
Aku sakit ketika kau bersedih
Han
Hyo Joo POV
Tiga
tahun adalah waktu yang cukup lama bagiku. Cukup lama karena selama tiga tahun
ini aku hidup dalam
ketidakpastian cinta yang semu.
Entahlah aku pun bingung aku harus bagaimana. Ketika aku berusaha melepasmu kau
malah seolah memberikan harapan untukku. Membuat ku selalu goyah, membuatku
selalu bingung harus bagaimana. Dan kau lah satu-satunya namja yang membuatku
menangis dan tertawa di waktu yang hampir bersamaan. Jung Il Woo, ingin aku
berteriak di depan mu dan mengatakan semua yang aku rasa karenamu. Bahkan aku
ingin memukulmu,
Il Woo. Karena kau tak pernah
peduli dengan rasa sakit dan sesak
yang aku rasakan karena mencintaimu.
“Hyo Joo-ah
kenapa kau melamun saja, cepat kerjakan soal di depan” Ucapan guru ku membuyarkan lamunan
ku.
“Nde
seongsaengnim” ucapku lirih.
“Hye Sun-ah
bagaimana caranya?” aku bertanya pada sahabat baik ku.
“Molla siapa
suruh kau melamun kan Joong Ki terus” jawab Hye Sun.
Ahh,.. jawaban
Hye Sun membuatku sebal. Kenapa dia tidak mau memberi tahu ku
Aku pun maju dan
mengerjakan soal itu. Untunglah aku masih mengingat cara mengerjakan soal kimia
itu jadi aku tidak perlu mendapat hukuman dari guruku.
“ Go Hye Sun
awas kau !!” gerutu ku dalam hati
--00--
“Yaa!! Hye
Sun-ah kenapa kau tidak membantuku tadi?” tanya ku kesal
“Mianhae Hyo
Joo-ah.. Tapi aku benar-benar kasihan padamu. Aku ingin kau melupakan Il Woo dan hidup bahagia
dengan orang lain”
“Tapi, aku tidak
bisa Hye Sun-ah. Aku sudah mencoba berkali kali untuk melupakannya tapi tetap
tidak bisa. Kau kan tahu, Il Woo
adalah cinta pertamaku Hye Sun-ah”
“Tapi ia tak
pernah menganggap mu, Hyo Joo. Dia tak pernah
mencintaimu. Lalu kenapa kau masih saja memperjuangkan orang sepertinya?”
“Sudahlah Hye
Sun-ah kau tak pernah mengerti”
Aku berlalu
meninggalkan sahabatku. Sungguh, aku tidak ingin bertengkar lebih hebat lagi
dengan Hye Sun hanya karena masalah cinta pertama ku.
--00--
Aku melangkah perlahan menyusuri jalan berbatu ini.
Aku hanya menundukkan kepalaku dan memandangi warna-warni bebatuan yang disusun
rapi di jalan yang tengah aku pijaki. Sesekali angin berhembus memainkan ujung rambutku, seperti
tengah mengejek atas kesendirianku. Aku tak menghiraukan orang-orang yang
tengah berbahagia di taman ini, yang aku lakukan hanyalah merutuki diriku yang
begitu bodoh ini. Entah sihir apa yang kau berikan padaku, Il Woo. Hingga aku
menjadi seperti ini.
Aku sudah lelah berjalan dengan terus menyesali
diriku. Aku putuskan untuk duduk di
bawah pohon sakura di tengah taman itu. Namun baru beberapa langkah aku
berjalan, sesuatu yang tak asing tertangkap dalam pandanganku. Dia…. Ya, dia
disana bersama dengan seorang yeoja.
Dan mereka tampak bahagia sekali. Il Woo sedang tiduran dengan kepala yang
berada dalam pangkuan gadis itu.
Aku memilih pergi, segera aku menjauh dari tempat itu
sebelum hatiku semakin tersayat. Mungkin benar, aku harus benar-benar menyerah
kali ini. Sudah berapa gadis yang dipacari Il Woo ketika dia memberi harapan
dalam hidupku? Entahlah, 5 atau 7 ? Aku bahkan tidak ingat. Baiklah, aku bisa!!
Hyo Joo, kau pasti bisa melupakan Il Woo!!
--00--
Jung Il Woo POV
Kenapa dia
beberapa hari ini tak mengirim sms untukku? Bukankah hampir setiap hari dia selalu
mengirim sms untukku? Dan entah kenapa rasanya aku merindukannya…
Hyo Joo,
aku merindukanmu….
Jung Il Woo, apa yang kau pikirkan? apa kau sudah gila?
Kau pasti hanya sekedar kesepian saja. Aku langsung menghapus sms yang hendak
aku kirimkan pada Hyo Joo. Aaarrgghh.. ini semua tidak berguna. Aku
mengacak-acak rambutku dengan asal. Baiklah, baiklah… Aku akan mengirim sms
untukmu.
*Flashback*
“Apa yang sedang kau lakukan? Bukankah sedari tadi kau
belum istirahat? Lebih baik kau segera beristirahat, kau bisa sakit jika kau
tidak makan”
“Hyo Joo.. kau ini kenapa? Kenapa kau bahkan lebih
perhatian dibanding kekasihkuku, hah?? Aku sedang sibuk sekarang, aku tidak
punya waktu lagi. Aku harus segera menyelesaikan gambar ini. Ini adalah gambar
yang akan kuberikan pada kekasihku. Jadi berhentilah menggangguku!”
“Maaf, maafkan aku. Yasudah, lanjutkan saja kau
menggambar. Aku hanya mengkhawatirkanmu”
Betapa bodohnya aku karena terpancing emosi sampai
membentakmu seperti itu. Bahkan aku lebih bodoh lagi karena dulu tak menyadari
perubahan ekspresimu Hyo Joo, dan aku tidak meminta maaf bahkan setelah
membuatmu menangis hari itu.
“Il Woo, tunggu sebentar. Tak bisakah kau berjalan
lebih pelan?”
“Hyo Joo, aku harus buru-buru.. Aku tidak mau membuat
yeojachinguku marah. Kau sendiri kan tahu, aku sudah bersusah payah demi
mendapatkannya. Jadi tolong mengertilah Hyo Joo”
“Il Woo, tung………….. ada sesuatu yang ingin aku berikan
padamu.”
Bahkan saat itu aku lebih bodoh lagi, aku
meninggalkanmu begitu saja hanya demi gadis yang tak pernah benar-benar
menerimaku apa adanya. Hadiah yang kau letakkan di lokerku itu sungguh aku
menyukainya Hyo Joo. Bahkan kau lebih tahu barang apa yang aku inginkan
melebihi orang lain.
--00—
Han Hyo Joo POV
Drrrtt…. Aku membuka layar ponselku. Tertera dilayar
ponselku nama seseorang yang sangat tak kuharapkan smsnya itu. Arrgghh… Jung Il
Woo, kenapa kau mengirim pesan disaat yang tidak tepat? Aku membukanya dengan
malas.
“Hyo Joo,
sedang apa kau? Aku bingung harus melakukan apa”
Apa? Kau bingung harus melakukan apa? Cihh, kenapa kau
tak merayu yeoja chingumu saja sana.
Ucapku dengan ketus. Sudah beberapa hari aku tak mengirimkan sms padanya. Ya,
biasanya aku selalu mengirimkan sms untuknya. Kalau aku pikir-pikir lagi aku
memang seperti wanita murahan, dan sungguh aku mengutuk diriku yang bertindak
begitu. Tapi tetap saja aku kalah dengan nafsuku, aku tidak bisa mencegah
diriku.
Aku tak
membalas pesannya. Aku memilih membaca fanfiction
untuk mengalihkan perhatianku. Menyibukkan diri menjadi satu-satunya cara
agar aku bisa menahan diri untuk tidak membalas pesannya.
Hikkss… Air mataku menetes dengan deras, tak terasa
sudah beberapa ff yang aku baca dan semua ff itu bergenre sad romance. Memang
bukan pilihan yang baik membaca ff bergenre sad romance ketika aku sedang sedih
seperti ini. Namun sama halnya dengan orang-orang yang memutar lagu sedih
ketika mereka sedang galau, aku menikmati tetes demi tetes air mata yang
mengalir dari mataku.
Ponselku kembali bergetar
“Hyo Joo,
apa kau marah? Tumben sekali kau tidak membalas smsku”
Aku terpaksa membalas pesannya. Karena aku benar-benar
sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Apakah aku harus mengungkapkan
semuanya saat ini?
“Kenapa kau
begitu?”
“Begitu?
Begitu bagaimana?”
“Kalau kau
bingung harus berbuat apa, rayu saja yeojachingumu itu!”
“Hahaha..
Apa kau cemburu Hyo Joo ?”
“Cemburu?
Apa?”
“Aku tahu
kau pasti cemburu kan?”
“Hah..
dasar! Namja macam apa kau ini? Kau tahu kalau aku cemburu?”
“Tentu,
semuanya tergambar jelas”
“Kalau kau
tahu lalu kenapa kau begini? Apa kau sengaja mau mempermainkanku?” Mataku mulai memanas
“Aku juga
tidak tahu mengapa dan harus bagaimana. Yang aku tahu aku menyukainya, tetapi
aku juga menyukaimu mungkin”
Apa? Jadi kau selama ini memang mempermainkanku?
Seharusnya aku sudah tahu pasti.
“Lalu, tidak
bisakah kau memilih? Apa kau tahu kau menyakitiku?”
“Aku tidak
bisa memilih, maaf.. aku tahu aku telah cukup banyak menyakitimu. Aku
benar-benar menyesal Hyo Joo”
“Lalu aku
harus bagaimana?”
“Aku tidak
tahu, itu semua terserah padamu. Tapi aku minta padamu untuk bertahan. Dan
biarkan waktu yang menjawab semua ini”
Aku benar-benar tidak bisa membendung air mataku lagi,
air mataku telah menetes dengan deras, bahkan melebihi hujan lebat yang turun malam ini. Aku menangisi diriku
sendiri, menangisi diriku yang begitu bodoh ini. Bukankah sejak awal aku sudah
tahu jika dia memang hanya mempermainkanku? Tapi aku malah menutup mata dan
telingaku, terlalu menikmati keindahan yang semu ini. Seharusnya aku sudah
sadar sejak awal ketika aku merasa dekat dengannya dan terlalu optimis bahwa
dia akan menyatakan cintanya padaku tetapi beberapa hari setelahnya aku
mendengar kabar bahwa Il Woo sedang berpacaran dengan Chae Won, salah satu
gadis yang mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengan Il Woo. Dan yang
membuatku sakit adalah aku tidak pernah tahu jika Chae Won dekat dengan Il Woo,
bahkan Il Woo tidak pernah bercerita sedikitpun mengenai Chae Won kepadaku. Dan
aku semakin menyadari, aku memang gadis yang bodoh, sangat bodoh!! Aku menangis
sejadi-jadinya. Sakit sekali rasanya, rasanya seperti aku memotong jariku
sendiri dengan pisau yang tumpul.
--00—
Ini malam minggu, atau lebih tepatnya sabtu malam
bagiku? Hahaha.. Aku menertawai diriku sendiri. Ahh..sudahlah. Lebih baik aku
menikmati keindahan Seoul malam ini. Aku bisa melihat dengan jelas dari atas
sini, kerlap-kerlip lampu dari kendaraan maupun gedung-gedung yang indah.
Ditambah lagi, bulan purnama sedang memancarkan keindahannya. Bulat sempurna. Tak
terasa ada sesuatu yang membasahi pipiku, tetapi aku tetap tersenyum. Semua ini
terasa damai bagiku.
Malam semakin larut, aku putuskan untuk pulang. Aku
berjalan dengan terhuyung, entah kenapa rasanya aku mengantuk sekali, sungguh
tak tertahankan. Akhirnya aku sampai di halte, tinggal menunggu bus lalu aku
akan segera sampai rumah dan pergi tidur. Tapi kenapa busnya lama sekali? Ini
sudah setengah jam dan menunggu seperti ini membuatku semakin mengantuk, hingga
tak kusadari mataku terpejam.
Aku merasa seperti ada sesuatu yang
menyentuh bibirku, dan rasanya hangat. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku.
Jung
Il Woo POV
Setahun sudah sejak kejadian malam itu. Malam ketika
Hyo Joo mengutarakan rasa sakitnya padaku. Aku begitu bodoh, kemana saja aku
selama ini hingga tak pernah memandang gadis yang selalu ada untukku?
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Ya, terlambat.. Karena ia telah
memutuskan untuk berhenti, berhenti menunggu laki-laki bodoh sepertiku. Dia
menghilang begitu saja, beberapa bulan setelahnya aku baru tahu jika ia pindah
ke SMA khusus perempuan. Aku tahu, ia menghindariku. Dan itu semua berhasil,
aku tak pernah bertemu dengannya selama 1 tahun ini. Hingga aku tak sengaja
melihatnya sedang tertidur dihalte. Aku ragu untuk menghampirinya, tetapi
hatiku menggerakkan kedua kakiku untuk melangkah mendekatinya. Oohh.. Kau
cantik sekali Hyo Joo, apalagi dengan sinar rembulan yang menyinari wajahmu.
Aku tak tahu mengapa aku tiba-tiba melakukan ini. Aku mendekatkan wajahku lalu
mengecup bibirnya.
Ia terbangun dari tidurnya, ia nampak kaget sekali.
Segera ia mendorong tubuhku menjauh darinya.
“Apa
yang kau lakukan Il Woo?” tanyanya dengan napas tersengal karena menahan air
mata.
“Maafkan
aku. Tapi aku merindukanmu, Hyo Joo. Sudah satu tahun semenjak terakhir kita
bertemu, dan kau tak pernah menghubungiku. Sungguh itu menyiksaku……” aku
terdiam, tak bisa melanjutkan kata-kataku.
“Lalu
apa yang kau inginkan dariku sekarang? Bukankah kau masih bersama Chae Won?”
“Tidak,
aku sudah putus dengannya setahun yang lalu”
“Ohh..bagus
sekali. Lalu kau menemuiku untuk mengobati lukamu itu? Sebagai pelarianmu?”
“Bukan
Hyo Joo, aku menemuimu bukan untuk itu. Tapi aku telah menyadari kesalahanku
selama ini. Maafkan aku karena selama ini aku mencoba menyangkal perasaanku.
Sebenarnya sejak 2 tahun yang lalu aku mulai menyukaimu, tapi aku menyangkalnya
karena aku terlalu takut bahwa aku akan menyakitimu”
“Tapi apa yang kau lakukan kepadaku selama ini
lebih menyakitiku” Air matanya menetes bersamaan dengan kalimat itu.
Hatiku
sakit sekali melihatnya menangis seperti itu. Aku menghapus air matanya dengan
tanganku. Aku tak kuasa melihatnya merasakan sakit seperti ini.
“Maafkan
aku. Maafkan aku yang tak pernah mempedulikanmu dulu, maafkan aku yang tak
pernah memandangmu.” Aku memeluknya. Ia menangis dalam pelukanku.
“Aku
memaafkanmu, dan waktu memang terus berlalu dua tahun ini, tetapi tidak dengan
cintaku” ia mengatakannya dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Senyum yang
sangat spesial.